Thursday, 31 August 2017

Bekerja Bersama #UbahJakarta: Naik MRT itu Keren!

Akhir tahun 2006 saya mulai berkenalan dengan jalanan Ibu Kota, melihat langsung bagaimana ratusan penumpang KRL bergelantungan di pintu dan atap kereta serta masuk dalam antrian panjang di shelter Transjakarta pada jam pulang kerja. Saat itu saya adalah salah seorang fresh graduate yang mulai menjajakan ijazah di Jakarta, merasakan bagaimana setiap ruas jalan di kota metropolitan ini dicekam kemacetan sepanjang waktu. Angkutan kota yang berhenti sembarangan, para pengendara yang tak mematuhi rambu lalu lintas, membengkaknya jumlah kendaraan pribadi, terbatasnya jumlah jalan darat, dan tidak tersedianya transportasi massal yang layak sering disebut sebagai biang keladi kemacetan Jakarta. Menyedihkan sekali mendapati hal itu sudah berlangsung puluhan tahun di Ibu Kota negara sekaligus kota metropolitan terbesar di Indonesia.



Masalah transportasi yang carut-marut menyumbangkan kerugian bagi banyak pihak. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyatakan bahwa kerugian akibat kemacetan ibu kota menyebabkan kerugian hingga Rp. 150 Trilyun per tahun, karena meningkatnya konsumsi bahan bakar, biaya kesehatan karena paparan polusi selama macet, hingga berkurangnya waktu kerja produktif [1]. Bukan hanya kerugian ekonomi karena kemacetan, membludaknya jumlah kendaraan juga bertanggungjawab atas penurunan kualitas udara di Jakarta. Greenpeace Indonesia menyebutkan, pada semester I tahun 2016, tingkat polusi udara Jakarta sangat mengkhawatirkan yaitu berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan World Health Organization (WHO), dan tiga kali lebih besar dari standar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia. Kualitas udara yang buruk dengan tingkat polusi tinggi dapat menyebabkan penyakit kronis mulai dari kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), jantung, stroke, hingga kematian dini. Berdasarkan data 2013, tercatat 5,5 juta kematian di dunia berhubungan dengan polusi udara. [2]. Peneliti perubahan iklim dan kesehatan lingkungan dari Universitas Indonesia mengungkapkan data bahwa 60% masalah kesehatan di Jakarta bersumber dari polusi udara [3].

Mengingat besarnya nilai kerugian akibat kemacetan dan polusi jalanan, maka membangun sistem transportasi massal yang terpadu dan ramah lingkungan menjadi sangat urgen dilakukan di Jakarta. Menambah ruas jalan darat untuk kendaraan pribadi tidak mungkin dilakukan terus menerus karena keterbatasan lahan. Panjang ruas jalan tidak mampu lagi menampung jumlah kendaraan bermotor yang mencapai angka 16,07 juta unit [Data Statistik Transportasi DKI Jakarta 2015, 4] sehingga pembangunan jalan baru tidak bisa diandalkan untuk melepaskan Jakarta dari kemacetan. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam regulasi untuk membatasi jumlah kendaraan pribadi yang melaju di jalanan Jakarta dan mengalihkannya pada transportasi massal. Bus Transjakarta dan commuter line adalah dua moda transportasi yang menjadi idola warga Jakarta saat ini. Meskipun transportasi massal telah berbenah, namun jumlah masyarakat yang memanfaatkannya masih sangat sedikit, yaitu hanya sebesar 15% [5]. Hal ini disebabkan berbagai macam faktor, misalnya stasiun atau shelter Transjakarta yang sulit diakses karena ketiadaan feeder bus dan keengganan memakai transportasi massal yang bersifat individual.

Andalan untuk merubah Jakarta

Jakarta pernah menjadi pionir dalam hal pembangunan sarana transportasi massal tapi kemudian mengendor dan akhirnya tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura atau Jepang. Tahun 1869, ketika negara-negara lain di Asia belum terpikirkan untuk membangun jalur transportasi umum, Batavia telah telah memiliki jalur kereta yang menghubungkannya dengan Buitenzorg [Bogor][6]. Saat ini, hampir 150 tahun kemudian, Jakarta sedang mengejar ketertinggalan dan memiliki harapan baru untuk memperbaiki sistem transportasi massal yang handal dengan dibangunnya Mass Rapid Transit Jakarta [MRTJ].

Mass Rapid Transit diterjemahkan sebagai moda transportasi dalam kota yang dapat  mengangkut banyak orang [massal] dengan jeda waktu pendek [rapid]. Sistem transportasi ini telah puluhan tahun diadopsi oleh banyak negara di dunia, termasuk negara-negara ASEAN seperti Filipina yang memelopori pembangunan Metro Manila pada tahun 1984. Saat ini, Singapura adalah tetangga terdekat kita yang telah menangguk kesuksesan dari pembangunan MRT yang telah dirintis sejak 1987. Jaringan MRT di Singapura  membentang sejauh 148,9 km dengan 102 stasiun [7]. MRT telah terbukti menjadi jalan keluar bagi permasalahan kemacetan yang menghantui kota-kota besar di dunia.

Jakarta sebagai salah satu kota metropolitan dunia-pun mulai berbenah dengan membangun MRT Jakarta [MRTJ] yang akan membentang sepanjang 110.8km meliputi Koridor Selatan – Utara [Lebak Bulus – Kampung Bandan]. Koridor Selatan- Utara ini akan dibangun dalam 2 fase, fase 1 dengan rute Lebak Bulus – Bundaran Hotel Indonesia dan fase 2 meliputi rute Bundaran HI – Kampung Bandan.



Pada fase 1, proyek MRT Jakarta melakukan dua pekerjaan konstruksi yaitu jalur layang dan bawah tanah, dengan delapan paket kontrak yaitu tiga paket kontrak jalur layang (CP101 – 103), tiga paket kontrak jalur bawah tanah (CP 104 – 106), satu paket kontrak sistem railway dan trackwork (CP 107), dan kontrak rolling stock/kereta (CP108). Paket kontrak tersebut akan memastikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk jalur koridor 1 yang melayani rute selatan – utara ini siap beroperasi pada Maret 2019 nanti. Jalur koridor 1 ini akan membentang sepanjang 16 kilometer dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia, dengan perincian 10 km jalur layang dan 6 km jalur bawah tanah. Di jalur layang akan tersedia tujuh stasiun, yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Sedangkan jalur bawah tanah, akan dibangun enam stasiun bawah tanah, meliputi Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia. [8]

MRTJ yang direncanakan akan mulai beroperasi pada  akhir 2019 dapat mengangkut 173.400 penumpang per hari dengan kapasitas 1.950 penumpang tiap kereta yang terdiri dari 6 rangkaian. Bersinergi dengan moda transportasi lain seperti Transjakarta, commuter line, hingga LRT [Light Rail Transit], MRT dinilai banyak pihak dapat menjadi andalan untuk memutus rantai kemacetan di Ibu Kota. Apalagi PT. MRTJ selaku pengelola MRTJ telah merencanakan pembangunan terintegrasi yang dapat menjadi nilai tambah bagi MRT, misalnya TOD [transit Oriented Development], circular pedestrian yang nyaman digunakan pejalan kaki, feeder bus dan integrasi dengan moda transportasi lain, hingga penyediaan area parkir agar tidak mengganggu lalu lintas di sekitar stasiun MRT.


Masterplan circular pedestrian dan TOD di Dukuh Atas


Man behind the gun

MRTJ merupakan alat atau sarana untuk melepaskan diri dari kemacetan, secanggih apapun alatnya, tidak akan berpengaruh jika pengguna-nya tidak antusias. Alat dan penggunanya harus bersinergi membangun bidikan yang tepat untuk menuntaskan kemacetan. Pengguna disini tentunya adalah warga Jakarta yang setiap hari perlu berpindah tempat untuk bekerja atau melakukan aktivitas lainnya. Antusiasme warga menggunakan transportasi massal saat ini masih rendah, mungkin sekali akibat rendahnya kepercayaan kepada kualitas layanan transportasi massal. Sebagian warga juga masih berkutat pada anggapan bahwa menggunakan kendaraan pribadi adalah ukuran prestise seseorang, sementara transportasi umum lebih pantas digunakan oleh golongan menengah ke bawah.

Rendahnya kepercayaan warga pada layanan transportasi umum dapat dipahami karena selama puluhan tahun pengguna transportasi umum memang mengalami kekecewaan berulangkali karena pelayanan yang jauh dari layak. Bus kota yang telah uzur namun tak kunjung diganti jumlahnya mencapai 65% dari jumlah total kendaraan angkutan umum di Jakarta [9]. Jadwal kereta Jabodetabek yang masih sering terlambat, trotoar yang rusak dan tertutup kegiatan komersil, hingga pencopet yang sering beraksi di angkutan umum tentu menjadi alasan kenapa masih banyak warga Jakarta yang memilih menggunakan kendaraan pribadi alih-alih transportasi umum. Kekecewaan yang terjadi belasan tahun kemudian memicu munculnya anggapan bahwa “angkutan umum hanyalah milik mereka yang tak berpunya”.

Transportasi massal ideal yang memenuhi syarat keamanan, kenyamanan, dan bebas macet masih menjadi rencana hingga saat ini. Perlu kerjasama semua pihak untuk mewujudkannya, mulai dari Presiden, penyelenggara, hingga warga Jakarta sebagai pengguna utama transportasi massal. Saat ini, PT. MRTJ berusaha mewujudkan sistem transportasi massal yang ideal sekaligus membangun kesadaran dan antusisme warga melalui kampanye media sosial dengan tagar #ubahjakarta. Jika keduanya terwujud, maka Jakarta benar-benar akan berubah dan memiliki wajah baru tahun 2019.

Naik MRT itu keren!

Melalui kampanye #ubahJakarta, PT. MRTJ mengajak warga untuk berperan aktif mengubah Jakarta dimulai dari diri sendiri. Salah satu peran aktif mengubah Jakarta bisa dilakukan dengan beralih ke transportasi massal yang handal, seperti MRT. Ya, naik MRT itu keren lho! Kenapa? Karena MRT menawarkan solusi untuk berbagai permasalahan transportasi yang dialami Jakarta, yaitu:

            1. MRT cepat, terintegrasi, dan anti kemacetan

            MRT berjalan di jalur bawah tanah dan layang [elevated] sehingga tidak akan mengganggu                 dan terganggu dengan lalu lintas di jalan konvensional. Ketika sebagian warga yang biasanya               menggunakan kendaraan pribadi kemudian beralih menggunakan MRT, maka kepadatan di                 jalan raya juga dapat berkurang drastis.
Jadwal MRT yang supercepat [pemberangkatan setiap 5 menit] juga akan menguraikan simpul-simpul kepadatan penumpang di sepanjang rute MRT. Selain itu, MRT juga terintegrasi dengan layanan transportasi lain seperti LRT, kereta bandara, commuterline, dan transjakarta sehingga penumpang dapat melanjutkan perjalanan dengan efisien.

2. MRT membantu mengurangi polusi udara

Jika kendaraan pribadi hanya mengangkut 1-7 orang dalam sekali perjalanan, maka MRT mampu menampung 1.950 penumpang dalam sekali perjalanan. Jika ada 1000 orang yang beralih menggunakan MRT maka akan ada pengurangan signifikan jumlah kendaraan pribadi di jalanan dan itu berarti menurunkan angka emisi gas buang kendaraan bermotor di udara Jakarta.

3. MRT mudah diakses

MRT fase 1 sepanjang 16km direncanakan memiliki 13 titik stasiun di tempat-tempat strategis. Jika dibuat rerata, maka jalur MRT akan memiliki satu stasiun pemberhentian tiap 1.2km. Hal ini akan memudahkan calon penumpang mengakses stasiun yang paling dekat dengan pemukiman atau tempat kerja mereka.
Keseriusan MRT dalam membangun jalur yang mudah diakses juga tercermin dengan rencana pembangunan circular pedestrian di stasiun Dukuh Atas yang merupakan salah satu puncak kepadatan. 

4. MRT aman

MRT Jakarta beroperasi dengan standar internasional, memenuhi nilai keamanan, kenyamanan, dan dapat diandalkan. Dalam pembangunannya, jalur MRT Jakarta didesain tahan terhadap gempa mengikuti Standar Nasional Indonesia. Sistem anti-banjir juga sudah disiapkan untuk menghindari banjir masuk terowongan. Akses air dari luar stasiun bawah tanah hanya melalui area pintu masuk yang terletak di area pejalan kaki, yang tingginya sekitar 30 cm – 100 cm dari permukaan jalan. Sehingga jika terjadi situasi rentan banjir maka pintu masuk akan ditinggikan sebelum penumpang turun dengan tangga atau eskalator. Selain itu, terdapat flood gate dan rolling door yang berfungsi sebagai flood barrier siap menutup akses pintu masuk bila air semakin tinggi. MRTJ juga berkomitmen menjamin keamanan selama proses konstruksi maupun setelah jalur MRT beroperasi dengan menempatkan tenaga pengamanan dan CCTV di setiap stasiun [10].

5. MRT nyaman untuk semua
MRT melibatkan banyak pihak selama proses perencanaan dan pembangunan, sehingga warga dapat menggunakan MRT dengan nyaman. Fasilitas khusus yang memudahkan kaum difabel [jalan tactile untuk tunanetra, gate khusus untuk pengguna kursi roda, elevator dan posisi peron yang memudahkan lalu lintas difabel, dan bangku khusus untuk difabel] dan orang dengan kebutuhan khusus [ruang laktasi untuk ibu menyusui, bangku prioritas untuk anak/lansia/ibu hamil]. MRT juga menyediakan arena komersil yang dapat digunakan para penumpang untuk menikmati makan, minum, atau menjalin relasi sosial.

6. MRT hemat
Penggunaan kendaraan pribadi memerlukan BBM yang tidak sedikit dan biaya operasional tinggi, dengan beralih menggunakan MRT maka dana transportasi bisa dihemat dan dialokasikan untuk keperluan lain.



Masalah transportasi Jakarta yang carut-marut selama puluhan tahun, kini seolah mendapatkan titik terang dengan keberadaan MRT. Namun lagi-lagi perlu kita ingat, perubahan membutuhkan 2 pihak yang saling bekerjasama. Sarana transportasi massal yang handal dan warga kota yang mau mengubah pilihan moda transportasi akan bersinergi mengubah wajah kota Jakarta menjadi lebih ramah dan layak huni. Data survei Kompas pada Februari 2017 menunjukkan bahwa 45% pengendara mobil memutuskan akan beralih ke MRT sedangkan 42% menyatakan mungkin akan beralih ke MRT dan sisanya 11% menyatakan tidak akan beralih [11]. 42% pengguna mobil yang menyatakan kemungkinan beralih ke MRT adalah lahan yang harus digarap dengan serius untuk memperoleh perubahan yang signifikan. Angka ini cukup besar sehingga merupakan tantangan berat untuk MRTJ maupun pemerintah. 

Mewujudkan kesadaran untuk memulai gaya hidup sehat bersama MRT, sosialisasi mengenai sistem transportasi MRT yang terintegrasi, serta keuntungan sosial-ekonomi-lingkungan yang didapatkan masyarakat dengan beralih ke MRT adalah beberapa isu yang dapat dimanfaatkan untuk menarik calon pengguna. Dulu Batavia pernah berjaya membangun transportasi massal, sekarang 150 tahun kemudian Jakarta kembali berbenah dan kita berada pada pusaran yang bisa menentukan arah perubahan menjadi positif. Saatnya kita turut serta bekerja bersama #ubahJakarta


Friday, 25 August 2017

Lomba Blog #TantanganPengasuhanEraDigital: Orang Tua Pembelajar Siap Hadapi Perubahan




Kemajuan teknologi yang terjadi 40 tahun terakhir seolah telah memindahkan umat manusia dari planet bernama bumi ke planet digital. Surat berubah menjadi e-mail, telepon kabel berubah senjadi smartphone, koran dan buku cetak menjadi e-paper dan e-book. Perubahan besar terjadi  di segala bidang, mulai dari kebiasaan personal hingga perbaikan fasilitas layanan publik, mulai dari proses berbelanja hingga proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini membawa banyak sekali manfaat seperti semakin cepatnya komunikasi, meningkatnya kualitas layanan publik, tumbuhnya peluang dunia usaha, serta mudahnya akses informasi dan pembelajaran.
Menghadapi perubahan tersebut, kita sebagai orang tuapun harus bersiap dan beradaptasi jika tak ingin terlindas dan kalah oleh perubahan. Adaptasi terbesar yang harus dipersiapkan adalah mengenai pengasuhan anak. Kebiasaan anak-anak saat ini telah jauh berbeda dengan kebiasaan anak 30 tahun tahun yang lalu. Dahulu anak-anak akrab dengan lumpur dan sungai, bermain di lapangan rumput yang berlimpah sinar matahari, belum mengenal televisi apalagi smartphone. Sedangkan anak jaman sekarang mungkin tak lagi pernah menginjak rumput dan memegang lumpur, lebih menyukai ruangan sejuk ber AC daripada panasnya sinar matahari, dan tentunya banyak ditemani gadget dalam kegiatan sehari-hari.
Kebiasaan yang berbeda dan lingkungan yang berubah karena perkembangan teknologi menghasilkan masalah-masalah baru yang belum diketahui oleh orangtua di masa peralihan. Dahulu ketika saya masih di bangku SD, masalah yang sering muncul adalah peralatan sekolah yang rusak, tas teman yang lebih bagus, sepeda baru hadiah kenaikan kelas, dan menunggu waktu pulang sekolah agar bisa main lompat tali sampai sore. Sedangkan anak-anak yang tumbuh sebagai digital native [1], memiliki permasalahan yang lebih rumit. Derasnya arus informasi membuat anak-anak terpapar konten negatif yang belum saatnya mereka ketahui, misalnya pornografi dan kekerasan yang ditonton dari tayangan media digital.
Survey APJII [Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia] pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa anak usia 10-14 tahun yang telah mulai aktif menggunakan internet jumlahnya mencapai 768.000 anak. Mungkin hal ini tak lagi mengejutkan, mengingat bahwa dalam keseharian kita juga telah terbiasa mendapati anak-anak prasekolah atau anak usia SD yang sangat akrab dengan gadget-nya sepanjang hari. Namun orang tua harus mewaspadai fenomena ini, karena semakin dini anak-anak terpapar internet maka semakin besar kemungkinan mereka mendapatkan pengaruh negatif. Sebagian besar platform media sosial mensyaratkan usia 13 tahun untuk menjadi pengguna aktif, hal ini tentunya bukan tanpa alasan. Anak-anak dibawah usia 13 tahun merupakan kelompok yang paling rentan terkena pengaruh negatif dari penggunaan media digital yang berlebihan. Anak-anak yang sangat muda, bahkan bisa mengalami gangguan perilaku, gangguan perkembangan bahasa, serta gangguan motorik dan masalah kesehatan karena mengakses media digital secara tak terkendali.
Sesuai fitrahnya, anak-anak selalu ingin tahu, suka meniru, dan polos. Titik inilah yang harus mendapatkan perhatian penuh dari orang tua. Media digital, khususnya internet, merupakan rimba raya informasi yang dihuni jutaan netizen anonim dari seluruh penjuru dunia dengan berbagai macam perilaku. Ada ribuan konten negatif diposting setiap detiknya, mulai dari tayangan kekerasan, foto-foto bermuatan pornografi dan pornoaksi, hoax, kata-kata kasar, lagu dan film untuk segmen dewasa, serta pelecehan personal. Bayangkan jika anak-anak yang polos dan suka meniru ini mengakses konten tersebut karena tak ada orang tua yang mendampinginya. Bayangkan betapa dahsyat pengaruh negatif dan daya rusak media digital jika ia tak digunakan secara aman dan bijaksana.
Sayangnya, pengaruh negatif media digital telah memakan korban. Anak dan remaja yang menggunakan internet tanpa panduan dan bimbingan orang tua sangat rentan terhadap bahaya. Sebagian besar tidak menyadari bahwa bertukar informasi pribadi dan bertemu dengan orang asing yang dikenal dari media sosial adalah hal yang sangat berresiko. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pemerkosaan pada remaja putri oleh kenalannya di media sosial mulai muncul tahun 2011 sebanyak 36 kasus. Tahun 2012, sebanyak 29 kasus dan pada Januari-Maret 2013 jumlahnya naik lagi menjadi 37 kasus. Pada tahun 2016, KPAI menerima 3.581 kasus pengaduan masyarakat. Dari jumlah itu, sebanyak 414 kasus merupakan kasus kejahatan anak berbasis siber.
Permasalahan yang harus dihadapi keluarga dalam era digital merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Setelah ribuan tahun manusia membangun peradaban di bumi, baru kali inilah manusia harus menghadapi permasalahan karena perkembangan teknologi digital. Orang tua menghadapi kebiasaan dan masalah baru dalam membesarkan anak-anak sehingga harus mencari pola pengasuhan yang sesuai dengan perubahan zaman. Tentunya hal ini tidak mudah, banyak orang tua yang merasa canggung dan kebingungan menghadapi era digital. Namun karena tanggung jawab utama pengasuhan berada di tangan orang tua, maka mau tak mau, tahu tak tahu, orang tua harus memegang kendali penuh. Jika orang tua tak tahu dan tak mau belajar, anak-anak yang akan terpapar pengaruh negatif media digital, sehingga satu-satunya jalan orang tua harus tahu dan mau belajar apa itu pengasuhan era digital.



Menghadapi era digital yang cepat sekali berubah, orang tua harus selalu meng-upgrade kemampuannya, baik itu kemampuan parenting maupun kemampuan terkait teknologi yang akrab dengan kehidupan anak-anak. Orang tua dapat menangguk manfaat dari mudahnya mencari informasi di era digital seperti saat ini. Informasi mengenai parenting dapat dengan mudah didapatkan dari blog, e-book, atau media sosial seperti fanpage Yayasan Kita dan Buah Hati. Informasi mengenai memanfaatkan internet dengan aman dan sehat juga sangat mudah dicari. Menjadi orang tua pembelajar adalah suatu keniscayaan bagi siapapun yang ingin melewati masa peralihan ini dengan baik.
Selain meng-upgrade kemampuan, orang tua juga harus menginstal software vital yang bermanfaat untuk membentengi anak dari pengaruh buruk perkembangan teknologi digital, yaitu sikap mental positif. Salah satu software yang paling penting adalah yang bernama “software spiritual” yang berisi nilai-nilai agama, kejujuran, kasih sayang, dan tenggang rasa. Yang kedua adalah “software self esteem” yang harus diinstal sejak seorang anak lahir di dunia dengan cara: memenuhi kebutuhan akan rasa aman, rasa berharga, unconditonal love, dan penerimaan diri. Self esteem akan membuat anak merasa berharga, mandiri, dan berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Sikap mental positif ini akan menjadi senjata ketika anak menghadapi berbagai pengaruh negatif, anak berani mengambil sikap berbeda ketika lingkungannya membawa hal buruk. Yang ketiga adalah “software pengetahuan dasar memanfaatkan media digital dengan bijak” yang berisi berbagai macam kesepakatan dan peraturan yang harus dipenuhi anak ketika menggunakan media digital. Misalnya: tidak memposting informasi pribadi [alamat rumah, nama lengkap, nomor HP] di internet, tidak memajang foto yang bersifat privat, membatasi waktu menonton TV atau menggunakan internet selama 1 jam per hari, tidak menemui orang asing yang dikenal lewat media sosial, dan selalu bercerita kepada orang tua tentang aktivitas di dunia maya.
Karena media digital menawarkan segala sesuatu yang dikemas dengan menarik, maka orang tua harus mencari cara bagaimana menghadirkan hal yang lebih menarik dari media digital agar anak tidak kecanduan media digital. Mengenalkan anak pada berbagai macam kegiatan akan membuat anak lebih aktif dan kreatif, misalnya membaca buku bersama, membuat barang kerajinan, membuat percobaan sains sederhana sesuai usia anak, berolahraga, beraktivitas di luar ruangan, berjalan-jalan ke museum, hingga berpetualang ke taman kota, pantai, atau gunung. Orang tua juga harus selalu mendampingi dan mengawasi kegiatan anak ketika menggunakan media digital.
Era digital telah menggelar karpet merahnya, menunggu orang-orang yang berani berubah untuk memperoleh manfaat lebih banyak dan mencapai kesuksesan dengan lebih mudah. Jika sebagai orang tua kita telah mempersiapkan diri dengan matang, maka saatnya menguatkan diri untuk mengambil kendali penuh atas pengasuhan anak-anak kita. Jangan sampai kita lalai dan menyerahkan begitu saja semua tanggung jawab pengasuhan anak kita kepada pengasuh atau guru di sekolah, karena kelak kita orang tuanyalah yang akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pengasuhan anak kita. Jika semua orang tua peduli, saling mendukung dengan pihak sekolah dan lingkungan sekitar, maka tak berlebihan rasanya jika kita berharap anak-anak kita akan tumbuh pada era digital yang ramah anak di Indonesia.

[1] Manusia yang telah mengenal media digital sejak mereka lahir

Sunday, 20 August 2017

2 Hal yang Mengubah Hidup Saya Bulan Ini





Bagi orang seperti saya, yang seumur hidup hampir selalu berantakan, sepertinya memiliki rumah yang rapih hanya akan menjadi mimpi siang bolong saja. Apalagi hal itu didukung hasil penelitian bahwa orang yang berantakan itu adalah orang kreatif, calon orang sukses, dan lain sebagainya sehingga makin menjadi-jadilah kemalasan untuk membereskan rumah. Namun pada suatu hari, saya mulai merasa hidup saya berubah!

Sumber gambar: buzzfeed

Semuanya berawal ketika saya merasa perlu skincare baru lalu mulai blogwalking mencari review tentang produk skincare yang bagus tapi harganya terjangkau. Setelah membaca berbagai review, selanjutnya saya mulai mencari produknya di beberapa marketplace untuk mencari harga terbaik. Lalu keberuntungan membawa saya pada sebuah aplikasi yang khusus menjual barang preloved dan original, Prelo. Setelah dibandingkan dengan harga di marketplace lain, harga yang ditawarkan penjual di Prelo ini jauuuuh lebih murah, padahal kondisi barangnya masih baru. Segera saja saya klik tanda love di foto produknya untuk memasukkan produk ini ke lovelist saya, lalu menghubungi penjual untuk menanyakan stok dan tawar menawar harga. Tawar menawar di marketplace, memangnya bisa? Yap, nampaknya penggagas Prelo mengamati dengan teliti kebiasaan tawar menawar yang menjadi nafas di pasar tradisional kita, sehingga merekapun mengadopsinya dalam bentuk baru di aplikasi. Ketika sudah tercapai kesepakatan harga, maka harga barang akan otomatis terpotong sesuai harga baru hasil tawar menawar tadi. Singkat kata, lovelist pertama saya telah jatuh ke pelukan dengan harga menakjubkan.


Sambil menyelam sambil minum air, begitulah sambil saya mencari barang yang benar-benar saya perlukan, saya juga cuci mata dong di Prelo. Prelo ternyata lengkap dan mudah diakses, barang-barang dikelompokkan dalam 9 kategori agar kita mudah mencari barang sesuai jenisnya. Start up yang dibangun sejak tahun 2015 di Bandung ini mengusung gagasan berbelanja sambil menjaga lingkungan dengan moto 3R [reduce, reuse, recycle]. Prelo menjadi wadah bagi  pemilik barang bekas untuk memajang barang preloved berkualitas dan original dengan harga ramah. Barang-barang bekas ini bukan sekedar barang tak terpakai tapi barang yang penuh kenangan, pernah disayang-sayang, dan mungkin sangat berat untuk dilepaskan, maka tak berlebihan rasanya jika kemudian istilah ‘preloved’ disematkan pada barang-barang ini. Makanya tak heran, Prelo bertaburan barang preloved dengan harga menggiurkan dan saya dengan senang hati memasukkan semuanya ke dalam lovelist saya untuk memudahkan saya menemukannya lagi nanti ketika membutuhkan barang-barang tersebut.
Meskipun belanja online sangat praktis, mudah, dan harganyapun terjangkau, tapi itu tak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berbelanja secara membabi buta. Kita tetap harus menjadi pembeli cerdas, membeli hanya apa yang benar-benar kita perlukan atau kita inginkan.


Menemukan barang-barang impian itu seringkali seperti menemukan jodoh: penuh lika-liku, mencari kesana kemari nggak ketemu lalu putus asa, tapi tahu-tahu malah menemukannya di tempat tak terduga. Seolah-olah semesta sudah memberikan magnet-magnet khusus untuk mempertemukan 2 hal yang terpisah dengan cara yang unik. Jadi ketika blogwalking mencari review skincare, nggak sengaja saya baca sebuah artikel tentang KonMari, yaitu seni beres-beres dan merapikan ala Jepang yang konon katanya telah merubah hidup jutaan orang. Sebagai messy-person yang ingin berubah, tentu saya tertarik. Sayapun mencari tau lebih lanjut tentang metode KonMarie dan bukunya yang berjudul “the life-changing magic of tidying-up” sambil berharap mimpi siang bolong saya terwujud. Membaca artikel tentang metode KonMarie ini membuat mindset saya berubah, ternyata bebenah rumah bukan hanya tentang bagaimana menyimpan barang dan membuang barang yang tak diperlukan, tapi sekaligus juga membantu kita menata kekhawatiran, berdamai dengan kenangan dan masa lalu, serta berani menghadapi keberantakan yang terjadi karena kesalahan-kesalahan kita sebelumnya.

Metode KonMari dari makespace


Pada akhirnya, saya sadar bahwa rumah rapih tak bisa hanya dicapai dengan cara membaca buku dan merenungkannya, tapi harus segera dipraktekkan. Sesuai dengan prinsip yang dijelaskan di buku bahwa untuk merapikan rumah mesti dilakukan per jenis barang, bukan per lokasi, jadi sayapun memilih untuk merapikan baju saya terlebih dahulu. Kenapa baju-baju? Karena di titik inilah saya seringkali kalap berbelanja dan tak semuanya bisa dipakai dengan nyaman sehingga banyak sekali yang terlipat rapih tanpa tersentuh selama berbulan-bulan. Saya juga sangat suka pada motif-motif kain, jadi kadang saya membeli baju hanya karena motifnya lucu, meskipun ukurannya nggak pas atau modelnya nggak terlalu suka dan pada akhirnya baju-baju inipun tetap tersimpan lengkap dengan tag masih menggantung.

Memilah baju untuk disimpan secukupnya dan direlakan selebihnya adalah sesuatu yang tidak mudah karena setiap baju punya kenangan tersendiri, apalagi untuk motif tertentu yang untuk mendapatkannya harus rebutan di sebuah onlineshop. Wah, harus menguatkan hati! Tapi saya ikuti juga petunjuk metode KonMari untuk memegang setiap baju dan memastikan apakah baju tersebut benar-benar terpakai atau benar-benar pantas disimpan? Jika tidak, maka taruhlah di tumpukan baju yang siap dilego.
Baju-baju sudah terkumpul dan siap disortir, lalu akan dikemanakan? Lagi-lagi keberuntungan membawa saya pada Prelo. Iya, aplikasi jual beli yang kemarin membantu saya mendapatkan lovelist, ternyata kali ini akan membantu saya mengurangi isi lemari. Setelah disimak, cara berjualannya mudah banget lho



Kenapa pilih Prelo sih? Prelo memang dibuat untuk mempermudah jual beli barang preloved. Jual beli barang preloved dengan barang baru itu menurut saya beda banget lho nuansanya. Beli barang baru ya gitu, kita beli sesuai harga pasaran dan kualitas standar merk tertentu yang sudah kita tahu sebelumnya. Nah, ketika kita membeli barang preloved maka kita belajar menakar ekspektasi dan menyejajarkan kualitas barang dengan harga yang ditawarkan. Seringkali kita akan menemukan barang dengan kualitas “seperti baru” atau “baguuus banget” dengan harga yang sangat ramah, dan rasanya itu seperti nemu harta karun! 



Prelo adalah aplikasi untuk siapa saja, paling tidak ada 8 kelompok yang diuntungkan dengan adanya Prelo, yaitu:

  1. Mereka yang ingin merapikan rumah
Meskipun termasuk messy-person, tapi saya percaya kalo suasana rumah yang rapih itu berpengaruh positif pada penghuninya. Setelah bebenah rumah, kita akan menemukan setumpuk barang tak terpakai yang masih sangat bagus kondisinya. Mau dikemanakan barang-barang sebanyak itu? Ada sepatu yang masih bagus, ada selimut bayi yang masih disayang, ada kosmetik yang dipakai hanya sekali untuk acara spesial, ada souvenir dan hadiah yang belum dibuka dari plastik pembungkusnya, Prelo-in aja! 

  1. Mereka yang ingin belanja murah
Barang preloved yang dijual di Prelo sudah dipastikan dalam keadaan baik, bahkan ada juga barang new with tag, yang dijual dengan harga sangat ramah kantong. Bagi kita yang berbelanja mencari yang termurah, bisa gunakan feature Prelo “mencari harga terendah” dan silakan pilih yang paling sesuai dengan budget. Saya sudah membuktikan, serum Bioderma yang harga barunya 380rb [ini harga paling murah di beberapa marketplace yang sudah saya telusuri], saya dapatkan dengan harga 125rb saja di Prelo, free ongkir lagi.

  1. Mereka yang mencari modal tambahan
Ketika perlu tambahan modal, coba cek sekeliling rumah, tumpukan baju di lemari, kotak-kotak yang jarang kita buka, atau rak berisi barang kesayangan. Seringkali kita lupa pernah menyimpan ini itu karena sayang mau dipake dan pada akhirnya baju anak udah kekecilan, sepatu jadi kesempitan, buku lupa dibaca dan lain sebagainya. Merekalah sumber modal baru: Prelo-in aja!

  1. Mereka yang peduli lingkungan
Menggunakan barang bekas berarti kita ikut memperpanjang masa pakai  sekaligus mengurangi potensi sampah bumi. Setiap lembar kertas, setiap helai kaos, setiap mainan anak, dan setiap benda yang kita pakai sehari-hari dibuat dengan proses panjang yang seringkali tak ramah lingkungan. Belum lagi sumber daya alam yang dipakai untuk menghasilkan benda-benda tersebut. Dengan menjual dan membeli barang di Prelo, kita ikut mengkampanyekan 3R [reduce, reuse, recycle].

  1. Mereka yang ingin beramal
Erupsi gunung berapi di Sinabung, banjir di Belitung, dan kebakaran disana sini, kita ingin membantu tapi tak punya uang cash. Ada sih tas selempang yang masih layak pakai, selusin lipstick dan mascara yang belum pernah dipakai sekalipun, tapi itu kan nggak mungkin disumbangkan. Prelo-in aja dulu. Jika barang kita sudah laku, uangnya bisa kita sumbangkan kepada mereka yang membutuhkan.

  1. Mereka yang mengutamakan kualitas dan kepuasan berbelanja
Kadang orang menghindari membeli barang second karena khawatir barangnya tak sesuai dengan ekspektasi. Tapi di Prelo, ada jaminan transaksi dilakukan dengan aman, ada masa garansi untuk memastikan barang yang diterima pembeli sesuai dengan kondisi yang tertera di aplikasi, dan jaminan bahwa barang yang dijual adalah barang autentik.

  1. Mereka yang nggak mau panas-panasan belanja langsung ke toko/ pasar/ mall
Sudah bukan rahasia lagi bahwa cari parkiran di mall itu susahnya bikin mood drop sampai level terrendah. Belum lagi macetnya, belum lagi panas yang menghapus make up sempurnamu dengan hempasan keringat, dan lain-lain. Apalagi kalau yang kita cari adalah barang second, terbayang sulitnya kan? Untung saja ada Prelo, belanja barang bekas berkualitas tanpa perlu berpanas-panas.

  1. Mereka yang ingin mengasah keterampilan berjualan
Pernah denger orang bilang begini: aku nggak bakat dagang nih! Saya dulu termasuk orang yang selalu bilang begitu, tapi buktinya saat ini saya sudah hampir 8 tahun berjualan online dengan omzet yang lumayan buat jajan. Awal mulanya dulu hanya iseng menjual baju-baju bayi yang kekecilan dan ex kado. Karena bayi saya pas lahir udah gede badannya, jadi baju-baju newborn yang imut-imut itu nggak kepake, saya foto satu persatu dan dipajang di sebuah forum sharing. Nggak nyangka, baju-baju tersebut laku dalam hitungan jam. Bulan berikutnya, saya datang lagi ke toko yang menjual baju-baju tersebut untuk kulakan dan mulai membuka toko online. Begitulah, ternyata berdagang itu adalah seni yang bisa dipelajari. Dimulai dengan belajar menjawab pertanyaan dari pembeli dengan ramah dan informatif, memotret dan mendandani barang jualan agar menarik, menawarkan barang dagangan, hingga membuat konsep toko yang sesuai dengan passion kita, semuanya dapat dimulai dari belajar menjual barang preloved di Prelo.


Kalau kalian termasuk dalam salah satu kelompok tersebut, yuuk mulai gunakan Prelo. Jual beli barang bekas, aman, berkualitas!