Travelling
kemana weekend besok? Travelling atau berwisata telah bergeser menjadi
kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Data Kementrian Pariwisata
menyebutkan pada akhir tahun 2015, jumlah perjalanan wisatawan nusantara
mencapai 208 juta perjalanan. Semua orang berlomba menjelajahi tempat baru,
mengeksplorasi keindahan yang belum terjamah, mengunggahnya ke media sosial
untuk mengabarkan keindahan Indonesia ke seluruh dunia, dan tentu saja tak lupa
menikmati kelezatan kuliner khas nusantara. Sejak kita akrab dengan frasa “wisata
kuliner” maka mencicipi kuliner khas nusantara menjadi hal wajib dalam setiap daftar
perjalanan yang kita rencanakan. Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan kuliner
khas dari daerah yang kita kunjungi karena di dunia maya bertebaran situs yang
menyajikan daftar kuliner khas lengkap dengan deskripsi citarasa, alamat
penjual, dan kisaran harganya. Tak heran, banyak warung kuliner khas nusantara
yang memanen antrian panjang pembeli meskipun tempatnya kecil dan terpencil.
Indonesia
memiliki keragaman kuliner yang mengagumkan. Tak ada satu masakan yang bisa
mewakili kuliner nusantara, tapi ada jenis masakan yang dikenal baik di banyak
daerah, misalnya tumpeng. Maka tumpeng dianggap sebagai ikon kuliner yang bisa
menceritakan keragaman kuliner nusantara. Kelezatan kuliner nusantara tak hanya
diakui oleh bangsa kita sendiri, beberapa diantaranya telah memperoleh penghargaan
sebagai makanan terlezat di dunia, misalnya rendang, gado-gado, soto, dan sate.
Jadi, kalau dulu kita merasa bergengsi ketika
menyantap makanan luar yang bahkan namanyapun sulit kita eja, sekarang saatnya
kita bangga menyantap masakan nusantara. Selain menikmati kelezatannya,
kita juga ikut serta melestarikan kekayaan kuliner bangsa ini :)
Bagi
sebagian orang, menikmati kuliner mungkin akan berhenti sampai pada kesimpulan
enak atau tidak enak menurut seleranya sendiri. Tapi bagi sebagian yang lain,
mencicipi sajian kuliner khas daerah bisa menjadi sebuah petualangan yang sangat
seru. Misalnya dari semangkok kari kambing Aceh [karee kameng], selain
mengunyah potongan daging kambing berbalut kuah kaya rempah, kita juga bisa “mengunyah”
kisah tentang keragaman nenek moyang orang Aceh yang mempengaruhi pemakaian
bumbu-bumbu India dan Arab, juga “mengunyah” kisah tentang kejayaan kerajaan
Aceh Darussalam dengan pelabuhan legendaris yang menjadi pusat perdagangan
rempah. Karee kameng biasanya dihidangkan untuk menyambut tamu penting dan
dimasak secara bergotong royong. Kaum lelaki bertugas memotong kambing dan
mengaduknya saat dimasak sedangkan kaum wanita menyiapkan dan meracik bumbu
segar. Hasilnya? Daging kambing dengan kuah kari kaya rempah dan harum daun
temurui yang kelezatannya membuat siapapun tak ingin beranjak dari meja.
Saya
belum pernah berkunjung ke Aceh dan mencicipi karee kameng,
tapi ada satu kuliner Aceh yang menarik: ayam tangkap atau ayam tsunami. Konon katanya kuliner khas ini baru populer setelah tsunami Aceh pada tahun 2004. Olahan ayam yang dilumuri bumbu
dan digoreng bersama daun pandan, daun salam koja, dan daun-daunan lainnya
sehingga berkesan ‘berantakan’ seperti baru saja terhempas tsunami. Rasanya? Sangat kaya dan meresap sampai ke dada
hahaha..
Jika
Aceh terkenal dengan masakan kaya rempah, maka Jawa Tengah dan Jogja terkenal
dengan kuliner bercitarasa manis-gurih. Ini ternyata ada juga ceritanya. Dulu
kala jaman penjajahan, Gubernur Jenderal Van den Bosch memberlakukan tanam
paksa untuk memenuhi kas Belanda yang bangkrut. Dalam tanam paksa ini, petani dipaksa
menanam tebu dan tak boleh menanam padi karena tebu lebih menguntungkan untuk
komoditi ekspor. Seratus pabrik gula dibangun saat rakyat kekurangan beras,
maka sisa-sisa air tebu lalu digunakan untuk pengganti karbohidrat yang langka.
Banyaknya pasokan gula ini rupanya mempengaruhi perkembangan kuliner, hingga
saat ini di daerah Jawa Tengah dan Jogja banyak makanan yang didominasi rasa
manis, sebutlah gudeg, krasikan, wajik, bacem, dll.
Berpindah
ke Maluku, kita akan disuguhi kelezatan olahan ikan, misalnya boboto cakalang
[semacam botok ikan] dan gohu ikan [rujak ikan mentah]. Uniknya, meskipun
Maluku merupakan daerah yang kaya rempah-rempah dan telah diperebutkan sejak
ratusan tahun lalu, tapi kuliner Maluku sangat minimalis, tidak menggunakan
banyak rempah. Mereka banyak mengandalkan kesegaran hasil laut yang melimpah karena
bentang alam Maluku memang didominasi pantai dan lautan.
Tak
banyak daerah yang pernah saya kunjungi, apalagi jika dibandingkan para travel
blogger yang tiap minggu berpetualang. Tapi, saya punya mimpi bisa berkeliling
Indonesia menikmati kuliner khas daerah, menyesap kelezatannya sambil menyimak
kisah-kisah hebat dibaliknya. Salah satu daerah yang ingin saya kunjungi adalah
Aceh dan Sumatra Utara, keindahan alam dan kekayaan kulinernya sungguh memukau.
Sambil nabung, bolehlah kita cek dulu harga tiket pesawat biar bisa merencanakan
liburan dengan matang. Untuk ke Aceh, bisa pakai lion air, batik air, city link dengan
pilihan jam mulai jam 5 pagi sampai jam 9 malam. Kalau mau cari tiket murah, ada tips bagus nih dari youtube airpaz:
Dalam
setiap perjalanan, kita menikmati keindahan alam, kita menikmati kelezatan masakan,
kita menikmati keakraban bersama teman. Dalam setiap perjalanan, ada pelajaran.
Pelajaran untuk ikut mencintai dan merawat kekayaan alam Indonesia, keragaman
kulinernya, dan keunikan budayanya.
Referensi bacaan:
1. 100 makanan tradisional Indonesia mak nyus, Bondan Winarno, 2013
2. Koran Tempo edisi Desember 2014, Antropologi Kuliner Nusantara
Tulisan menarik, terima kasih atas partisipasinya dalam lomba blog Airpaz. Semoga menang dapat tiket pesawat gratis dari Airpaz ya :)
ReplyDelete