Jika ada yang bertanya apa saja hal
yang identik dengan Jogja, maka dapat dipastikan batik menjadi salah satu
jawabanya, selain gudeg, Malioboro, dan Keraton. Selain dikenal sebagai kota
pelajar dan kota perjuangan, Jogja memang telah diakui sebagai salah satu pusat
seni budaya dan sentra batik di Indonesia. Dan kita patut berbangga, ternyata
batik jogja tak hanya diakui oleh masyarakat Indonesia namun juga masyarakat
Internasional, terbukti pada tahun 2014 Jogjakarta ditetapkan sebagai World Batik
City oleh Dewan Kerajinan Dunia (World
Craft Council atau WCC). Hal ini menguatkan pengakuan UNESCO pada tanggal 2
Oktober 2009 yang mengukuhkan secara resmi bahwa batik Indonesia adalah budaya
non-benda warisan kemanusiaan [Intangible
Cultural Heritage of Humanity].
Batik tak hanya dikenal di Indonesia tapi juga di beberapa
negara tetangga, namun Batik Indonesia istimewa karena merepresentasikan nilai
sejarah dan sosial yang panjang, proses pembuatan yang unik dengan canting dan
malam, serta menggambarkan filosofi luhur bangsa Indonesia. Setiap motif batik
mempunyai nilai sosial-filosofis luhur yang dianut oleh masyarakat. Di beberapa
daerah di Indonesia, batik sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari, mulai
kelahiran, pernikahan, kehamilan, hingga meninggal dunia, kain batik selalu
hadir mengiringi upacara-upacara kehidupan. Misalnya batik motif Sidoasih yang
memiliki filosofi cinta dan welas asih lazim digunakan pada saat pernikahan
yang mengandung do’a agar kedua mempelai saling mengasihi dan berbahagia.
Batik sido asih digunakan dalam rangkaian upcara pernikahan [sumber] |
Di Jogja
pada masa lalu, ada beberapa motif batik yang bersifat eksklusif hanya dapat
dikenakan oleh kerabat keraton saja, dilarang dipakai oleh orang kebanyakan. Contoh
batik Keraton atau ragam hias larangan adalah motif parang yang menggambarkan
ketajaman berpikir, keberanian, dan kepemimpinan [sumber].
Beberapa motif batik hanya boleh digunakan oleh keluarga Keraton Yogyakarta [sumber] |
Batik juga menggambarkan keanekaragaman budaya
Indonesia dengan akulturasi harmonis budaya dari Tiongkok, India, dan Eropa.
Hal ini tergambar pada batik di daerah pesisir yang menggunakan warna merah,
hijau, biru dan warna terang lainnya. Sementara itu di Jogja, setiap kota/
Kabupaten memiliki batik khasnya masing-masing, misalnya batik motif Gringsing
dan Geblek renteng dari Kulonprogo, motif Galaran dari Bantul, motif Parijotho
dan salak pondoh dari Sleman, serta
motif tancep dan walang jati kencono dari Gunung kidul [sumber].
Motif batik khas tersebut menggambarkan kehidupan sosial budaya daerah asalnya,
misalnya Daerah Sleman yang merupakan daerah penghasil salak pondoh memiliki batik
motif salak pondoh dan daerah Kulon Progo yang memiliki makanan khas geblek
mengilhami penciptaan motif batik geblek renteng.
Batik merepresentasikan kekayaan sosial-budaya [sumber salak, geblek, batik salak, batik geblek renteng] |
Memang sudah sewajarnya dunia
mengapresiasi batik Indonesia karena batik merupakan salah satu hasil budaya
yang berhasil bertahan selama ratusan tahun, diwariskan dari generasi ke
generasi, unik dan original, konsisten, memiliki nilai sejarah dan filosofis,
serta bernilai ekonomi tinggi. Tak bisa dipungkiri bahwa pelestarian seni
budaya seringkali terbentur pada masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,
jika suatu hal dianggap tak menguntungkan secara ekonomi maka cepat atau lambat
akan mulai ditinggalkan dan lama kelamaan akan punah. Batik Jogja termasuk
salah satu produk seni budaya yang berhasil bertahan dari gempuran jaman, ini
tak lepas dari upaya berbagai pihak terkait yang secara terus menerus
mengenalkan batik pada masyarakat. Sungguh benar kata orang bijak, tak kenal
maka tak sayang, batik tak akan kita sayang [dan kita pertahankan] jika kita
tak mengenalnya. Relakah kita jika batik punah tergerus roda jaman dan
modernitas?
Batik Jogja masih menjadi salah
satu primadona cinderamata dari Jogja yang dibawa pulang oleh jutaan wisatawan
ke daerah asal mereka masing-masing. Pada tahun 2014, Jogja dikunjungi oleh
3.346.180 wisatawan mancanegara dan domestik, angka ini naik sebesar 17,91% dibanding
tahun sebelumnya [sumber].
Jumlah wisatawan dari seluruh penjuru dunia yang mengunjungi jogja memang
selalu meningkat dari tahun ke tahun dan ini merupakan potensi besar untuk
upaya pengenalan batik Jogja kepada masyarakat internasional. Pemerintah daerah
bisa menjalin kerjasama dengan pihak pengelola bandara, pelaku usaha
perhotelan, travel agent, dan
pengelola tempat destinasi wisata untuk memperluas pengenalan batik. Misalnya
kesepakatan penggunaan kain batik untuk dekorasi ruangan, souvenir, serta
penyebaran informasi tertulis mengenai batik.
Permasalahan yang dihadapi industri batik
Secara umum, jumlah industri
batik dan omset penjualan batik di Jogja terus mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun, tapi itu bukan berarti industri batik tak mengalami permasalahan serius.
Kepala Seksi Sandang dan Kulit Disperindagkop DIY menyebutkan jumlah industri
batik di Jogja pada tahun 2015 mencapai 8.000 pengrajin, angka ini meningkat
lebih dari 270% dibanding tahun 2013 yang hanya berjumlah 3.000 pengrajin yang
tersebar di lima kabupaten/kota [sumber].
Berbagai riset mengenai industri batik menemukan beberapa permasalahan yang
dihadapi industri batik, adalah:
-
Naiknya harga bahan bakuBahan baku pembuatan batik [kain mori/ sutra, lilin, dan bahan pewarna] sebagian besar merupakan produk import dan terus mengalami kenaikan harga sehingga biaya produksi batik semakin mahal dan mau tak mau harga jualpun semakin tinggi sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah.
- Masuknya tekstil printing bermotif batik dengan harga jauh lebih murahPerlu dipahami bahwa kerajinan batik yang dikukuhkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO adalah batik tulis dan batik cap yang diproses dengan teknik pewarnaan menggunakan malam. Dengan demikian, kain motif batik import dari Tiongkok dan kain batik printing bukanlah termasuk warisan budaya, bahkan bisa jadi malah mengancam kelestarian batik tulis dan batik cap yang harganya relatif mahal. Masyarakat awam yang belum paham mengenai perbedaan batik tulis dan batik printing tentu memilih batik dengan harga yang lebih terjangkau.
- Regenerasi
Proses produksi batik mayoritas dilakukan oleh generasi senior karena kurangnya ketertarikan generasi muda untuk belajar proses pembuatan batik. Proses yang lama dan perlu ketelitian tinggi ditambah dengan rendahnya gaji pekerja industri batik membuat sebagain besar generasi muda memilih mata pencaharian lain yang lebih menjanjikan secara ekonomi.
- Variasi desain batik
Batik Jogja yang dikenal secara luas, pada umumnya adalah batik dengan motif klasik dan warna terbatas pada coklat tua, sogan, dan putih, seperti batik kawung, parang, lereng, dan truntum. Sebagian pengrajin batik mengalami permasalahan membuat inovasi desain baru sehingga calon konsumen pecinta batik tak memiliki banyak pilihan motif baru.
- Permasalahan lingkungan
Batik
diproduksi menggunakan pewarna sintetis yang bisa mencemari lingkungan. Saat
ini telah ada upaya dari pemerintah dan komunitas pemerhati batik untuk
mendampingi pengrajin batik agar menggunakan pewarna alami, namun belum efektif
karena prosesnya yang lebih rumit.
-
Administrasi dan pemasaran
Sebagian pengrajin
batik belum memiliki pembukuan yang memadai, proses promosi dan pemasarannyapun
terbatas hanya pada penjualan langsung di toko atau pameran yang
diselenggarakan pemerintah/ swasta.
Bekerjasama melestarikan batik
Melihat
banyaknya permasalahan yang dihadapi industri batik, maka sudah semestinya
semua elemen masyarakat ikut berpartisipasi untuk menjaga batik agar tetap
lestari. Pemerintah, pihak swasta, komunitas pemerhati batik, para cendikiawan,
dan semua masyarakat Indonesia harus bekerjasama untuk menjaga batik. Saat ini,
semua pihak sedang bekerja keras untuk mendukung batik agar tak tenggelam dalam
kancah dunia global setelah dikukuhkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan pendampingan dan pelatihan teknis -administratif
untuk para pengrajin batik yang bertujuan agar industri batik dikelola secara
profesional. Pendampingan teknis yang dilakukan antara
lain adalah penggunaan pewarna alam untuk menggantikan pewarna sintetis yang
berpotensi mencemari lingkungan. Tim peneliti dari UGM juga telah
mensosialisasikan penggunaan pewarna alam dari tanaman indigofera [tarum/ nila]
untuk menggantikan pewarna sintetis [sumber].
Pelatihan pengolahan limbah pewarna batik juga dilakukan agar pengrajin tak
serta merta membuang limbah ke sungai. [sumber]
Para pengrajin
batik juga telah memperjuangkan adanya perlindungan kebijakan, misalnya subsidi bahan baku batik dan pembatasan import tekstil
motif batik. Dengan kebijakan pemerintah
yang tepat, maka industri batik akan mampu bertahan di dalam negeri dan makin
dikenal luas di luar negeri. Sepuluh tahun terakhir ini, batik sedang naik daun
dan semakin popular digunakan berbagai kalangan, termasuk kaum muda. Jika dulu
batik hanya digunakan untuk kegiatan tertentu, saat ini batik biasa digunakan
untuk bekerja, jalan-jalan ke mall atau berwisata, menghadiri acara-acara
penting, bahkan upacara kenegaraanpun seringkali menampilkan batik yang
digunakan oleh pejabat negara. Ini adalah momen emas yang harus disambut batik
dengan inovasi agar terus lestari.
Batik untuk acara pelantikan menteri kabinet kerja [sumber] |
Untuk
mengatasi masalah inovasi desain batik, Industri batik bisa membuka peluang bagi
para desainer muda untuk bekerjasama menciptakan motif batik baru yang mudah
diterima pasar sekaligus memiliki nilai filosofis tinggi. salah satu tokoh yang
menciptakan beberapa desain batik adalah Nyi Djogo Pertiwi dari daerah Pajiman,
Imogori, Bantul. Menggeluti dunia batik sejak umur 13 tahun, Beliau telah
menciptakan beberapa motif seperti adiluhung,
segaran, semen garuda, dan Irian.
Saat ini, dunia batik memerlukan sosok kreatif seperti beliau [sumber]. Desain baru merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan angka
penjualan kain batik.
Selain inovasi
desain batik, pemerintah juga perlu memancing dan membina kreasi batik yang
dikombinasikan dengan materi non-kain, misalnya kulit, kayu, gerabah dan
keramik, maupun kain tradisional dari
daerah lain. Kulit dan kayu adalah komoditas Indonesia yang sudah sangat terkenal
kualitasnya, tak berlebihan jika mulai serius menggali potensi duet antara
batik dengan bahan lain. Pada permulaan, bisa dimulai dengan motif klasik yang
telah dikenal luas sehingga tak meninggalkan nilai kekhasan daerah Jogja. Beberapa
tas bermerk yang telah memiliki pasar di dunia internasional dibuat di
Indonesia, hal ini menegaskan bahwa kulit Indonesia memiliki kualitas yang
sangat baik. Yang menjadi PR selanjutnya adalah masalah promosi, pemasaran, dan
konsistensi kualitas.
Kreativitas anak bangsa memadukan batik dengan material kulit yang perlu diapresiasi [sumber] |
Masalah
promosi dan pemasaran juga masih menjadi kendala bagi sebagian pengrajin batik,
padahal dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seharusnya masalah
ini dapat diatasi dengan cepat. Pelatihan pemasaran online atau e-commerce
adalah salah satu solusi untuk memasarkan produk batik agar menjangkau daerah
yang lebih luas. Pengguna internet di Indonesia yang mencapai angka 88.1 juta
pada tahun 2015 adalah pangsa pasar yang sangat besar sehingga sudah selayaknya
batik mendapatkan tempat khusus di arena e-commerce
ini. Mungkin saat ini sudah ada beberapa pengrajin batik yang memasarkan
produknya melalui internet, namun belum maksimal karena foto produk dan
deskripsi yang masih seadanya. Dibandingkan dengan produk lain, misalnya
pakaian kasual produk konveksi yang ditampilkan dengan foto berkualitas baik
dan deskripsi serta display yang menarik, maka batik bisa jadi kalah penampilan
sehingga kurang menarik minat pembeli baru.
Promosi jangka
pendek yang dapat langsung meningkatkan angka penjualan telah banyak dilakukan,
namum upaya promosi jangka panjang masih perlu ditingkatkan. Promosi jangka
panjang adalah pengenalan batik untuk anak dan remaja karena merekalah yang
kelak akan menjadi generasi penerus kelestarian batik. Upaya Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta yang mengangkat batik sebagai salah satu Pelajaran Muatan
Lokal untuk anak SD-SMP-SMA adalah langkah yang patut diacungi jempol. Ajang
lomba lukis batik, tour ke sentra batik, festival anak-anak di museum batik juga
merupakan beberapa kegiatan yang positif tapi masih kurang intensif. Batik juga
bisa dikenalkan melalui media yang sangat menyenangkan untuk anak-anak, yaitu
mainan. Misalnya saja boneka batik. Anak-anak kita saat ini sangat akrab dengan
film dan boneka puteri berpakaian indah mengembang a la puteri Eropa, alangkah
bagusnya jika pasar mainan anak ini digarap dengan serius sehingga menjadi
media pengenalan batik untuk anak. Misalnya film atau game dengan tokoh puteri Indonesia yang menggunakan kain batik dan
memiliki karakteristik menarik yang ramah anak. Produksi boneka batik bisa
memanfaatkan sisa perca kain batik sehingga tak memerlukan biaya tinggi.
Kemasan dan tampilan yang menarik menjadi salah satu daya tarik bagi anak-anak
dan menjadi tantangan khusus bagi pelaku industri batik dan mainan anak.
[Boneka batik] |
Pemerintah
Daerah bekerjasama dengan komunitas pecinta batik juga rutin menggelar pameran, festival
budaya, dan karnaval yang bertujuan mengenalkan batik dan menarik wisatawan
luar untuk berkunjung menikmati Jogja. Salah satu festival internasional yang
akan digelar oleh Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta pada bulan Oktober
tahun ini adalah Jogjakarta International Batik Biannale [JIBB] 2016. JIBB akan
diselenggarakan pada tanggal 12-15 Oktober 2016 di Jogjakarta, berpusat di Jogja
Expo Center [JEC]. JIBB 2016 dibagi menjadi 6 agenda, yaitu kompetisi blog “tradition for innovation” tanggal 12 September
– 10 Oktober, pameran Batik dan fashion
show di JEC pada tanggal 12-15 Oktober, symposium internasional tanggal 12 -
13 Oktober, tour batik dan tour tempat bersejarah tanggal 14 Oktober, dan
workshop batik pada tanggal 15 Oktober di Giriloyo, Imogiri, Bantul. Acara yang
selenggarakan oleh Dekranasda DIY ini dihadiri oleh perwakilan dunia
internasional dan didukung oleh beberapa komunitas batik terbesar di Indonesia
serta perusahaan nasional yang peduli akan perkembangan batik Jogja. JIBB 2016 merupakan festival kedua dan akan rutin dilakukan 2 tahun sekali sejak pengukuhan Jogja sebagai World Batik City pada tahun 2014 [sumber].
Selain untuk
menjalin kerjasama dengan berbagai negara dan mengenalkan batik pada masyarakat
Internasional, JIBB 2016 juga menjadi media untuk saling bertukar pengalaman
mengenai teknik, metode, dan pemasaran batik di dunia global. Dari acara ini,
diharapkan masyarakat internasional semakin mengenal batik dan masyarakat
Indonesia, khususnya para pengrajin batik, menemukan solusi bagi permasalahan
batik di era global sehingga lebih sejahtera dan maju di masa depan.
Referensi:
Naksir dompetnya mbaaa, cantiiikk... :D
ReplyDelete