Friday, 25 August 2017

Lomba Blog #TantanganPengasuhanEraDigital: Orang Tua Pembelajar Siap Hadapi Perubahan




Kemajuan teknologi yang terjadi 40 tahun terakhir seolah telah memindahkan umat manusia dari planet bernama bumi ke planet digital. Surat berubah menjadi e-mail, telepon kabel berubah senjadi smartphone, koran dan buku cetak menjadi e-paper dan e-book. Perubahan besar terjadi  di segala bidang, mulai dari kebiasaan personal hingga perbaikan fasilitas layanan publik, mulai dari proses berbelanja hingga proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini membawa banyak sekali manfaat seperti semakin cepatnya komunikasi, meningkatnya kualitas layanan publik, tumbuhnya peluang dunia usaha, serta mudahnya akses informasi dan pembelajaran.
Menghadapi perubahan tersebut, kita sebagai orang tuapun harus bersiap dan beradaptasi jika tak ingin terlindas dan kalah oleh perubahan. Adaptasi terbesar yang harus dipersiapkan adalah mengenai pengasuhan anak. Kebiasaan anak-anak saat ini telah jauh berbeda dengan kebiasaan anak 30 tahun tahun yang lalu. Dahulu anak-anak akrab dengan lumpur dan sungai, bermain di lapangan rumput yang berlimpah sinar matahari, belum mengenal televisi apalagi smartphone. Sedangkan anak jaman sekarang mungkin tak lagi pernah menginjak rumput dan memegang lumpur, lebih menyukai ruangan sejuk ber AC daripada panasnya sinar matahari, dan tentunya banyak ditemani gadget dalam kegiatan sehari-hari.
Kebiasaan yang berbeda dan lingkungan yang berubah karena perkembangan teknologi menghasilkan masalah-masalah baru yang belum diketahui oleh orangtua di masa peralihan. Dahulu ketika saya masih di bangku SD, masalah yang sering muncul adalah peralatan sekolah yang rusak, tas teman yang lebih bagus, sepeda baru hadiah kenaikan kelas, dan menunggu waktu pulang sekolah agar bisa main lompat tali sampai sore. Sedangkan anak-anak yang tumbuh sebagai digital native [1], memiliki permasalahan yang lebih rumit. Derasnya arus informasi membuat anak-anak terpapar konten negatif yang belum saatnya mereka ketahui, misalnya pornografi dan kekerasan yang ditonton dari tayangan media digital.
Survey APJII [Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia] pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa anak usia 10-14 tahun yang telah mulai aktif menggunakan internet jumlahnya mencapai 768.000 anak. Mungkin hal ini tak lagi mengejutkan, mengingat bahwa dalam keseharian kita juga telah terbiasa mendapati anak-anak prasekolah atau anak usia SD yang sangat akrab dengan gadget-nya sepanjang hari. Namun orang tua harus mewaspadai fenomena ini, karena semakin dini anak-anak terpapar internet maka semakin besar kemungkinan mereka mendapatkan pengaruh negatif. Sebagian besar platform media sosial mensyaratkan usia 13 tahun untuk menjadi pengguna aktif, hal ini tentunya bukan tanpa alasan. Anak-anak dibawah usia 13 tahun merupakan kelompok yang paling rentan terkena pengaruh negatif dari penggunaan media digital yang berlebihan. Anak-anak yang sangat muda, bahkan bisa mengalami gangguan perilaku, gangguan perkembangan bahasa, serta gangguan motorik dan masalah kesehatan karena mengakses media digital secara tak terkendali.
Sesuai fitrahnya, anak-anak selalu ingin tahu, suka meniru, dan polos. Titik inilah yang harus mendapatkan perhatian penuh dari orang tua. Media digital, khususnya internet, merupakan rimba raya informasi yang dihuni jutaan netizen anonim dari seluruh penjuru dunia dengan berbagai macam perilaku. Ada ribuan konten negatif diposting setiap detiknya, mulai dari tayangan kekerasan, foto-foto bermuatan pornografi dan pornoaksi, hoax, kata-kata kasar, lagu dan film untuk segmen dewasa, serta pelecehan personal. Bayangkan jika anak-anak yang polos dan suka meniru ini mengakses konten tersebut karena tak ada orang tua yang mendampinginya. Bayangkan betapa dahsyat pengaruh negatif dan daya rusak media digital jika ia tak digunakan secara aman dan bijaksana.
Sayangnya, pengaruh negatif media digital telah memakan korban. Anak dan remaja yang menggunakan internet tanpa panduan dan bimbingan orang tua sangat rentan terhadap bahaya. Sebagian besar tidak menyadari bahwa bertukar informasi pribadi dan bertemu dengan orang asing yang dikenal dari media sosial adalah hal yang sangat berresiko. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pemerkosaan pada remaja putri oleh kenalannya di media sosial mulai muncul tahun 2011 sebanyak 36 kasus. Tahun 2012, sebanyak 29 kasus dan pada Januari-Maret 2013 jumlahnya naik lagi menjadi 37 kasus. Pada tahun 2016, KPAI menerima 3.581 kasus pengaduan masyarakat. Dari jumlah itu, sebanyak 414 kasus merupakan kasus kejahatan anak berbasis siber.
Permasalahan yang harus dihadapi keluarga dalam era digital merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Setelah ribuan tahun manusia membangun peradaban di bumi, baru kali inilah manusia harus menghadapi permasalahan karena perkembangan teknologi digital. Orang tua menghadapi kebiasaan dan masalah baru dalam membesarkan anak-anak sehingga harus mencari pola pengasuhan yang sesuai dengan perubahan zaman. Tentunya hal ini tidak mudah, banyak orang tua yang merasa canggung dan kebingungan menghadapi era digital. Namun karena tanggung jawab utama pengasuhan berada di tangan orang tua, maka mau tak mau, tahu tak tahu, orang tua harus memegang kendali penuh. Jika orang tua tak tahu dan tak mau belajar, anak-anak yang akan terpapar pengaruh negatif media digital, sehingga satu-satunya jalan orang tua harus tahu dan mau belajar apa itu pengasuhan era digital.



Menghadapi era digital yang cepat sekali berubah, orang tua harus selalu meng-upgrade kemampuannya, baik itu kemampuan parenting maupun kemampuan terkait teknologi yang akrab dengan kehidupan anak-anak. Orang tua dapat menangguk manfaat dari mudahnya mencari informasi di era digital seperti saat ini. Informasi mengenai parenting dapat dengan mudah didapatkan dari blog, e-book, atau media sosial seperti fanpage Yayasan Kita dan Buah Hati. Informasi mengenai memanfaatkan internet dengan aman dan sehat juga sangat mudah dicari. Menjadi orang tua pembelajar adalah suatu keniscayaan bagi siapapun yang ingin melewati masa peralihan ini dengan baik.
Selain meng-upgrade kemampuan, orang tua juga harus menginstal software vital yang bermanfaat untuk membentengi anak dari pengaruh buruk perkembangan teknologi digital, yaitu sikap mental positif. Salah satu software yang paling penting adalah yang bernama “software spiritual” yang berisi nilai-nilai agama, kejujuran, kasih sayang, dan tenggang rasa. Yang kedua adalah “software self esteem” yang harus diinstal sejak seorang anak lahir di dunia dengan cara: memenuhi kebutuhan akan rasa aman, rasa berharga, unconditonal love, dan penerimaan diri. Self esteem akan membuat anak merasa berharga, mandiri, dan berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Sikap mental positif ini akan menjadi senjata ketika anak menghadapi berbagai pengaruh negatif, anak berani mengambil sikap berbeda ketika lingkungannya membawa hal buruk. Yang ketiga adalah “software pengetahuan dasar memanfaatkan media digital dengan bijak” yang berisi berbagai macam kesepakatan dan peraturan yang harus dipenuhi anak ketika menggunakan media digital. Misalnya: tidak memposting informasi pribadi [alamat rumah, nama lengkap, nomor HP] di internet, tidak memajang foto yang bersifat privat, membatasi waktu menonton TV atau menggunakan internet selama 1 jam per hari, tidak menemui orang asing yang dikenal lewat media sosial, dan selalu bercerita kepada orang tua tentang aktivitas di dunia maya.
Karena media digital menawarkan segala sesuatu yang dikemas dengan menarik, maka orang tua harus mencari cara bagaimana menghadirkan hal yang lebih menarik dari media digital agar anak tidak kecanduan media digital. Mengenalkan anak pada berbagai macam kegiatan akan membuat anak lebih aktif dan kreatif, misalnya membaca buku bersama, membuat barang kerajinan, membuat percobaan sains sederhana sesuai usia anak, berolahraga, beraktivitas di luar ruangan, berjalan-jalan ke museum, hingga berpetualang ke taman kota, pantai, atau gunung. Orang tua juga harus selalu mendampingi dan mengawasi kegiatan anak ketika menggunakan media digital.
Era digital telah menggelar karpet merahnya, menunggu orang-orang yang berani berubah untuk memperoleh manfaat lebih banyak dan mencapai kesuksesan dengan lebih mudah. Jika sebagai orang tua kita telah mempersiapkan diri dengan matang, maka saatnya menguatkan diri untuk mengambil kendali penuh atas pengasuhan anak-anak kita. Jangan sampai kita lalai dan menyerahkan begitu saja semua tanggung jawab pengasuhan anak kita kepada pengasuh atau guru di sekolah, karena kelak kita orang tuanyalah yang akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pengasuhan anak kita. Jika semua orang tua peduli, saling mendukung dengan pihak sekolah dan lingkungan sekitar, maka tak berlebihan rasanya jika kita berharap anak-anak kita akan tumbuh pada era digital yang ramah anak di Indonesia.

[1] Manusia yang telah mengenal media digital sejak mereka lahir

1 comment: